Minggu, 24 November 2013

Kapan dunia mengenal korupsi?



                  hukumzone.blogspot.com - 1580 × 1157 - Search by image  



Raja Hammurabi dari Babilonia, yang naik tahta sekitar tahun 1200 sebelum masehi, memerintahkan salah seorang gubernur untuk menyelidiki satu perkara penyuapan. Disebutkan pula bahwa hukum Hammurabi mengancam beberapa bentuk korupsi oleh pejabat pemerintahan dengan hukuman mati. Shamash, seorang raja Assiria (sekitar tahun 200 SM) menjatuhkan pidana tegas kepada hakim yang terbukti menerima suap.
Tidak bisa dijelaskan secara utuh dan empiris kapan sebenarnya dunia mulai mengenal korupsi, namun jejak sejarah itu  mungkin bisa dijadikan acuan sebagai cikal bakal kemunculan korupsi yang mewabah dibeberapa negara semenjak awal Masehi, tepatnya mungkin saat manusia mulai mengenal kekuasaan yang bersifat administratif.
Di negara seperti Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Cina, Yunani, dan Romawi adalah negara yang pernah terjangkit korupsi, mulai dari tingkat pejabat daerah, kementrian, anggota parlemen, pejabat publik hingga kepolisian.
Kemunculan korupsi erat hubungannya dengan para mafia yang berkuasa di balik layar, meraka berafiliasi dengan beberapa pejabat negara yang dinilai dapat menguntungakan para mafia, apapun akan dilakukannya termasuk harus terlibat dalam pendanaan dalam politik praktis. Sampai saat ini pun peranan mafia dalam menentukan pejabat negara masih berlangsung.
Kenyataan itu telah banyak dialami negara-negara Eropa sebelumnya dan mengakibatkan kerugian yang sangat luar biasa. Hingga beberapa ilmuan terus bereksperiman untuk merubah sistem ketata negaraan dengan maksud supaya kekuasana (pemerintah) tidak mempunyai wewenang absolut dan mudah diawasi.
Adalah John Locke yang membagi kekuasaan dalam 3 organ. Pertama, kekuasaan legislatif (membuat undang-undang). Kedua, kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang). Dan ketiga, kekuasaaan federatif (melakukan hubungan diplomtik dengan negara-negara lain). Namun konsep ini kalah populer dibandingkan dengan Trias Politica Montesquieu dalam bukunya yang berjudul “L’esprit des Lois”. Dia  memisahan kekuasaan negara mencakup kekuasaan legislatif (membuat undang-undang) kedua, kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang). Dan yang ketiga kekuasaaan yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang).
Bila melihat perkembangan korupsi akhir-akhir ini sepertinya trias politica Montesquieu sudah tidak bisa dijadikan pedoman, mengingat legislatif, eksutif dan yudikatif adalah organ negara yang secara berjamaah melakukan korupsi.
Adakah teori atau sistem baru yang bisa mengatasi kemunculan korupsi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar