Raja Hammurabi dari
Babilonia, yang naik tahta sekitar tahun 1200 sebelum masehi, memerintahkan
salah seorang gubernur untuk menyelidiki satu perkara penyuapan. Disebutkan
pula bahwa hukum Hammurabi mengancam beberapa bentuk korupsi oleh pejabat
pemerintahan dengan hukuman mati. Shamash, seorang raja Assiria (sekitar tahun
200 SM) menjatuhkan pidana tegas kepada hakim yang terbukti menerima suap.
Tidak bisa
dijelaskan secara utuh dan empiris kapan sebenarnya dunia mulai mengenal
korupsi, namun jejak sejarah itu mungkin
bisa dijadikan acuan sebagai cikal bakal kemunculan korupsi yang mewabah dibeberapa
negara semenjak awal Masehi, tepatnya mungkin saat manusia mulai mengenal
kekuasaan yang bersifat administratif.
Di negara seperti Mesir,
Babilonia, Ibrani, India, Cina, Yunani, dan Romawi adalah negara yang pernah terjangkit
korupsi, mulai dari tingkat pejabat daerah, kementrian, anggota parlemen,
pejabat publik hingga kepolisian.
Kemunculan korupsi erat
hubungannya dengan para mafia yang berkuasa di balik layar, meraka berafiliasi
dengan beberapa pejabat negara yang dinilai dapat menguntungakan para mafia, apapun
akan dilakukannya termasuk harus terlibat dalam pendanaan dalam politik praktis.
Sampai saat ini pun peranan mafia dalam menentukan pejabat negara masih berlangsung.
Kenyataan itu telah
banyak dialami negara-negara Eropa sebelumnya dan mengakibatkan kerugian yang sangat
luar biasa. Hingga beberapa ilmuan terus bereksperiman untuk merubah sistem ketata
negaraan dengan maksud supaya kekuasana (pemerintah) tidak mempunyai wewenang
absolut dan mudah diawasi.
Adalah John Locke yang membagi kekuasaan
dalam 3 organ. Pertama, kekuasaan legislatif (membuat undang-undang). Kedua, kekuasaan
eksekutif (melaksanakan undang-undang). Dan ketiga, kekuasaaan federatif (melakukan
hubungan diplomtik dengan negara-negara lain). Namun konsep ini kalah populer
dibandingkan dengan Trias Politica Montesquieu dalam bukunya yang berjudul
“L’esprit des Lois”. Dia memisahan
kekuasaan negara mencakup kekuasaan legislatif (membuat undang-undang) kedua, kekuasaan
eksekutif (melaksanakan undang-undang). Dan yang ketiga kekuasaaan yudikatif
(mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang).
Bila melihat
perkembangan korupsi akhir-akhir ini sepertinya trias politica Montesquieu sudah tidak bisa
dijadikan pedoman, mengingat legislatif, eksutif dan yudikatif adalah organ negara
yang secara berjamaah melakukan korupsi.
Adakah teori atau sistem baru yang bisa mengatasi kemunculan korupsi?